Rabu, 02 Mei 2012

Indonesia Di Tengah Benang Waktu


 Puisi Effi Nurtanti

Kala pagi halimun masih kentara, menghitami
hamparan sawah ladang, dan menenggelamkan
kuning permadani padi, dan hijau kecoklatan
palawija. Belalang belalang masih meneriaki makian
panjang, di tengah perut  mereka yang meradang
seakan menggenggam hasrat, untuk membelah
dinding perut mereka sendiri.....
di tengah mereka itulah Indonesiaku berdiri kokoh

Telah beberapa lama pagi itu, mereka
yang bertopi “caping” dan bercelana kumal
telah lalai membenahi  pagi, dengan sarapan nasi hangat
dan sajian teh manis.

Namun mereka malah bersikokoh untuk
menghempaskan pagi dan memaksa ilalang lemah
menelan ludah mereka mentah mentah
bukankah gubug bambu, yang berangin sejuk dan nyaman
adalah rumah tempat bersemayam ilalang
yang ada di  Ibu Pertiwi

Mengapa atap rumbai rumah- rumah ilalang sepanjang
“Bukit Barisan” dan “Pegunungan Kidul” yang tersambung dengan
“Waisor” dan “Timika” bersatu dalam seduhan
cincin api....lantas akan kau ubah
menjadi naga-naga bertaring merah, penghisap darah...
di atas “meja korban”  dalam tragedi kemanusian paling
pengap dan mengiris bulu kuduk.....

Saat  relung  waktu masih  melilit perjalanan panjang kita
hingga berada tepat  di depan kaki kita yang melipat,
ilalang itupun masih  menggapai kedua tanganya
lantaran  atmosfer  di atas “Negeri Krakatau”
telah berwajah garang, tanpa berdandan ramah
(Semarang, 23 Oktober, 2011).


Meniti Awan- Awan Hitam

Kita rapikan awan- awan dalam rentang perjalanan kita
agar tidak berselingkuh dengan gelap dan hitam
jangan kita pasang gendang telinga
pada lidah lidah kelu,  yang berkerah putih
dan bersepatu “pantofel” dengan senyum “perlente”

Di tengah perhelatan sumbang
dari anak negeri...dengan kepalan tangan mengencang
tapi bersorot mata menghadap rumah berarsitek
negeri impian, mereka sempat bergumam
biar saja sang abang becak menghangus diterkam
panasnya mentari...biar saja semua si miskin
terjerambab dalam kubangan lumpur menghitam


Kita adalah anak negri, yang bermandi kuning
sinar sang mentari di hulu ”Sungai Kapuas, Mahakam dan Musi”
bertatap pada “Puncak Jaya Wijaya”
namun kita harus  tetap mentautkan benang sutra titian
menuju cakrawala yang ditengahnya berdiri
rumah sederhana namun kokoh
tempat bermain anak anak kita..

Jangan kita  surutkan apa yang kita miliki
hanya karena  awan hitam yang menutup kening kita
serta membuat kita terpagut pada asa yang samar
(Semarang, 23 Oktober, 2011).


Takan Pernah Usai

Bergeraklah dan terus bergerak
daun nyiur di tepi pantai,
agar angin kemarau,
mampu mengipasi bidadari
yang melepas dahaga
di tepi pantai, pada muara sungai sungai
bening beraroma khatulistiwa

Teruslah melejit seperti anak panah
pergantian arah angin muson
karena dari sinilah, kita menjadi “Negri Santun”
yang tak kan pernah mengusung teriakan panjang
yang tak pernah membusung dada kita

kita takan pernah berhenti......
menghembuskan iklim sejuk dan bij-i biji kering
agar bersemi, di sawah ladang,
tanpa prahara dan suara burung sumbang.
(Semarang, 23 Oktober, 2011).



                                                     

Awan Jingga untuk Hendry


Cerpen Remaja Effi Nurtanti

Sudah sejak sore tadi Hendry hanya duduk di kursi reot di beranda rumahnya.      Pandangannya tetap saja lurus, menyapu  jalan  sempit yang ada di depan rumahnya Sementara  kabut dingin dari Gunung Slamet sudah mulai merengkuh tiap kehidupan  petani gurem di desanya.
Sesekali  Hendry menata rambutnya yang terberai hingga bahunya,   kekesalan   kini  terus tersimpan  di tiap  ruang hatinya. Sehingga angannya kini terus melambung ke tiap tepi langit. Dan anginpun  senjapun masih saja melilit  tulang belulangnya.
Sepi kini mulai bergayut dengan malam,  rembulanpun telah bergegas untuk  singgah di tengah langit. Sekali sekali terdengar cicit anak ayam yang minta belaian induknya.  Pekatnya malam kini mulai tersudut, lantaran hanya ada  gambar  Irma, gadis gaul, gedongan, kolokan  dan seabreg pesona,  yang terus terbujur di hatinya.
Lantas  diapun harus bagaimana,  apa  harus menyodorkan  Irma dengan  sejuta ketidak tahuan ini, yang hingga kini hilir mudik selalu di beranda hatinya, Meski malam semakin larut, namun belum mau juga  memberikan dia sehelai mimpi. Kini degup jantungnya semakin menjadi kencang, Untuk memburu kesejukan hatinya.  Mengapa perahu cintanya tak segara menambatkan sauh di pelabuhan hati Irma.
 yang ditunggupun kini tiba, setelah beberapa hari dia menunggunya. Telah datang lagi secuil harapan  bertepatan dengan ultah Irma yang ke – 21. Mungkinkah kado yang akan aku berikan bisa bercerita kepa dirinya, karena menyadari tangan yang menyodorkan adalah tangan yang tidak tahu harus bagaimana memberikan cinta kepa pelabuhan hatinya. Demikian bisik hati Hendry.
“Met malam, Ir. Met ultah ya “ Demikian Hendry menuturkan dari mulutnya  yang  sedari tadi hanya membisu.  Hendrypun memberanikan diri untuk menyodorkan ucapan selamat, setelah dia bertatapan dengan Irma.
“Makasih  Dry, tahu dari mana kalau aku hari ini ultah “. Seberkas kalimat muncul dari  mulutnya yang berhias senyuman tipis dengan sejuta misteri.   Hendry masih merasa asing dengan senyuman itu, 
“Irma, aku beri  kado untuk ultahmu,  tolong diterima , tolong ya ! “.  Sengaja Hendry melontarkan niatan itu,  barangkali Irma tahu bergeloranya ombak  lautan yang hendak merobohkan pantai, yang telah lama tak tahu arah dimana pantai itu terhampar.
 “Makasih sekali lagi, aku harapkan kamu nggak usah repot – repot dengan ini semua “. Senyum manisnya kembali tersungging dari bibirnya yang manis, kembali pula menghangatkan malam yang telah terbujur kaku. Meski Hendry sebenarnya tidak mengharap jawaban seperti ini.
“Nggak, apa – apa  Irma,  emang aku sudah lama  tahu hari ultahmu dan selalu kutunggu “
“Menunggu,  ah kau ada – ada saja “
“Nggak apa – apa  kan !, ngasih kado untukmu meski nilainya nggak seberapa
“Aku tidak pernah menilai seseorang dari materinya, Ndry “
”Sama , aku juga gitu, mana aku pernah pilih – pilih temen ?. Udah sejak aku sama kamu dulu di SMP.  Aku kan nggak pernah pilih – pilih temen.  Aku ingat hari ultahmu saat di kelas 3 SMP. Kamu ngajak satu kelas hadir di ultahmu ”
”Kok kamu masih ingat sih Ndry !. Kamu memang  betul – betul temenku ” . Jawaban Irma betul – betul membuat jantung Hendry berdegup tambah nggak karuan. Dia harap Irma tahu sesuatu yang masih Hendry simpan di hati. Sayangnya kado itu tak mau bicara, untuk membantu Hendry menyampaikan sesuatu pada cewek dengan rambut berponi dan selalu mengenakan kacamata minus. Dan mata yang diobalik itupun sering kali membuat Hendry  selalu terjebak di bayang -bayang sepi.
”Aku harap juga gitu, Irma !  ”. Hanya itu yang mampu Hendry sampaikan. Selanjutnya tenggorokannya terasa kering mulutnyapun tersumbat dengan ketidakmampuannya menundukan cewek ini. Meski dia dah lama kenal dia. Namun entah mengapa,  akhir – akhir ini gambaran cewek ini selalu hadir di benaknya yang paling dalam.
Malam bertambah meronta dan mendesak Hendry agar dia pulang saja. Karena malam itu juga yang tahu persis kata hati Hendry.  Entah apa kata hati itu, untuk kali ini Hendry tak mampu meredamnya.
”Aku pulang dulu, ya Irma. Udah malam gampang besok – besok aku mampir lagi ”
”Emangnya ada apaan sih Ndry, masih sore gini  kamu  pulang. Emangnya  kamu kangen sama pacarmu Ndry ?.
”Pacar yang mana, aku selalu takut untuk mengungkapkan arti cinta  yang tersimpan dalam hati, Irma ?, Udah ya aku pulang  ”. Hendrypun segera melangkahkan kakinya untuk menuju rumahnya, di tengah malam yang benar – benar tidak bersahabat dengannya kini.
***
” Tamu siapa Ir, tadi ! ”.  Maminya Irma jadi penasaran  tentang tamu yang belum sempat dibuatin minuman.
” Hendry, Mam ”
” Dah lama dia nggak kedengaran kabarnya.  Ngapain dia kesini ? ”
”Ah, Cuma ngasih kado ultahku, Mam ”
”Darimana dia tahu tanggal ultahmu ? ”
 “ Kan dulu pernah  Irma undang, waktu aku ultah di kelas 3 SMP 
“Kok dia masih ingat “
“Mana aku tahu Mam, coba Mama tanyain sendiri sama Hendry. Aku juga bingung. Padahal tahun kemarin waktu reuni dirumahnya Anang, dia biasa – biasa aja Mam ! “
“ Itu namanya naksir kamu Ir “
“Ah Mama ada-ada aja. Aku sama Hendry kan udah kenal lama Mam. Antara aku dan dia hanya teman biasa kok Mam ! “
“Kalau Cuma temen ngapain dia ingat ultahmu dan repot – repot ngasih kado “
“Aduh,  Mama ini gimana sih !, Apa kalau ngasih kado itu mesti naksir , Mam  ?“
“Mama tahu persis dengan ulah laki - laki. Dulu juga papa kamu begitu. Mana ada cowok repot-repot ngasih kado, kalau dalam hatinya nggak mbayangin kamu ”
”Mama gimana sih, aku nggak bisa ngasih perhatian lebih sama Hendry, Mam.  Karena selama ini hanya teman biasa. Nggak pernah sekalipun aku mbayangin Hendry.  Mama terburu – buru menilai sih  ! ”
”Nggak bisa ngasih perhatian lebih ? , karena kamu selalu ingat Santo, baru kerja di Batam saja dia udah nglupain kamu. Padahal dulu waktu dekat kamu,  selalu saja memberi janji. Lebih baik kamu punya cowok Hendry ”.
”Ah. Mama jadi nglantur kemana-mana. Aku sudah mutusin Mas Santo, Mam  ! .  Aku udah lupa sama Mas Santo “.
“ Syukur kalau kamu udah bisa nglupain Santo. Irma !, Mama juga wanita. Mama tahu persis perasaan seorang wanita. Apalagi  perasaan kamu yang anaknya Mama. Kamu jangan bohong, kamu masih memberi harapan sama Santo. Memang Santo sepertinya nggak ada kekurangannya, Irma !.   Ganteng, anaknya orang kaya, pinter lagi. Maka pekerjaanlah yang nyari dia, maka lantaran merasa punya banyak kelebihan dia dengan mudahnya melupakanmu. Mama yakin, model kaya Santo disana dia udah punya anak – istri ”
” Terus Mama maunya apa ? ”
”Mama hanya ingin kau memilih cowok yang penuh perhatian sama kamu. Perasaan seorang wanita sangat lembut,  sebenarnya tidak ada seorang wanitapun yang mau ditinggal laki-laki. Oleh karena itu berhati-hatilah terhadap laki-laki ”
”Jadi maunya Mama aku sama milih Hendry ! ”
” Nggak gitu, Irma !, Itu hak kamu untuk menentukan pilihan. Mama hanya ngasih masukan pilihalah figur seperti Hendry. Kan tidak harus sama Hendry.
Irma tertunduk lesu,  angannya mengembalikan dia ke dua tahun silam. Ketika dia dan Mas Santo saling menyandarkan rindu hatinya masing-masing. Namun  karena egonya Mas Santo sejak dia kerja di Batam,  hingga kini tiada pernah kirim kabar, Jangankan selembar surat, kirim SMS aja nggak pernah.  Memang betul apa yang dikatain Mamanya dia, toh semua itu demi kebaikan dirinya juga.
Apa bener juga, kalau Hendry temen dia sejak di SMP mencoba hadir di kehidupannya. Ah tapi Hendry sama sekali banyak kekurangannya dibanding dengan Mas Santo. Namun bagaimana juga Tuhan tidak penah membeda-bedakan ciptaaNYA.  Mungkin juga Hendry masih punya kelebihan dibanding dengan Mas Santo, tapi entahlah.
Minggu pagi, cuaca sangatlah cerah layaknya bumi dilingkungi dengan permadani warna biriu.  Angin musim kemarau semilir meniup apa saja yang ada di atas bumi.  Hendry kembali duduk di kursi depan rumah berdua dengan Irma.  Setelah sekian lama dia hanya berdua dengan bayang Irma.
” Kadang aku ingat beberapa tahun lalu saat kita masih nsekolah  ya.   Ir ! 
”Sama juga, Ndry,  aku  juga ingat waktu kita masih di SMA dulu, Kayanya baru kemarin. Aku masih ingat dulu, sama temen – temen sering main ke rumahmu, ”
”Kadang pula aku sering ingin mampir ke rumahmu. Kalau ketemu kamu, sama saja aku teringat masa sekolah dulu ”
” Masa to Ndry. Nanti juga kamu akan bosan kalau keseringen kesini ”
”Ah enggak kok Ir,  Cuma aku takut aja nganggu acaramu ”
”Acara apa ?, Ndry. Aku kan bukan pejabat penting. Acaraku kan Cuma kuliah  aja”
”Bener. Ir ? ” .
”Ngapain aku bohong, Ndry.  Aku kan bukan temenmu kemarin sore.  Nanti kuliahmu malah terganggu, Ndry.  Klo  main ke sini terus ”
”Aku tinggal nyelesaikan skripsiku Ir,  aku nggak banyak acara kok.   Paling aku tinggal belajar nyari kerja dulu ”
”Wah selamat ya, Ndry !. Sebentar lagi kamu bisa jadi sarjana dan moga aja cepet dapat kerja ”
” Trim ya  Ir,   jadi bener nih aku nggak nganggu kamu, klo sering ke sini ”
”Bener Ndry, aku sering teringat kamu dulu sering kocak . Bila kita kumpul bareng”
”Apa  Cuma itu Ir, aku harapkan bukan itu saja ”
”Ah, , nggak tau, Ndry. . . paling kamu nggak serius ”
”Sejak reuni di rumah Anang, aku pengin terus dekat sama kamu ”
” Yang bener Ndry, aku nggak mau persahabatan kita yang sudah lama menjadi hilang dan musnah begitu saja,  aku nggak mau kamu main-main ”
”Aku serius lho Ir, aku cuma mau ada kamu di hatiku ”
Awan jingga kini menyelimuti seluruh alam ini, lamunan yang dulu menjadi bagian hati Hendry  yang  lekat hingga berkarat kini mulai pudar dihujam awan jinga.

So Smille So Good

 Cerpen Remaja Effi Nurtanti

“Jangan sekali- kali kamu semua mencoba mendapatkan bunga kampus kita, yang suka ngomong seenaknya dan konyol itu “ umpat Sam yang menyelipkan tubuhnya ke tengah sokib sokibnya yang sedang rehat di halaman sekolah di tengah pagi yang cerah. Meski saat itu musim hujan sedang menerpa kota mereka.
“Maksud kamu bunga sekolah yang mana Sam?, yang cuakep kaya Kate Midlleton tapi nggak pernah senyum kaya Mak Lampir itu ?” Richard tanpa selembar tiraipun menutupi  ucapanya, sehingga sebuah tawa dari merekapun berderai di pagi itu. Pohon Akasia yang berjejer memayungi halaman sekolah serasa hampir roboh  dihempas derai tawa cowok-cowok kelas IPS, yang lagi betah nyanggong  menunggu bel masuk
“Sayang ya friend !, Kartika sih sebenarnya cuakep, namun galaknya minta ampun !” sela Rush.
“Lagian dia egois!, man ! “ Hendra mulai interest dengan seloroh mereka.
“Dari mana kamu tahu Kartika egois, emangnya kamu pernah dekat sama dia Dra ?” desak Steven.
“Sok tahu kamu Dra !” bantah Sam yang tidak percaya dengan ucapan Hendra.
“Coba dulu !,  kita dengarkan Si Ganteng Pemburu Cinta ini ngomong dulu, dia ngatain Kartika egois !, mesti dia punya alasan, ayo dong Dra !, terusin omongan kamu “ desak Steven yang kini duduk di samping Hendra,
“Ah, bisa aja kamu Stev !, aku cuma ngomong asal-asalan friend !” Hendra merasa tersudut kini, karena  serangan  temen temen yang membrondongnya.
“He, man !, ayo dong yang konsisten, mengapa you ngomong Kartika egois ?. Menurut aku sih dia angkuh, susah diajak kompromi dan susah dideketin. Betul nggak Sam?, lihat saja Sam yang ngap-ngapan deketin Kartika. Sampai sekarang belum berhasil, percuma kamu Sam punya sokib seperti kita kita ini ! “
“Jangankan Sam, anak kampungan. Aku sendiri yang bisa dekat denganya belum bisa mendapatkan dia”. Hendra melemparkan selorohnya yang membuat mereka semua terperangah.
Pandangan mata mereka kini semua terarah ke Hendra. Untuk beberapa  saat derai tawa mereka kini terhenti dan semua membisu.
“Temen temen!,  Kartika sering minta tolong aku untuk ngajarin matematika, aku sering ke rumahnya. Akupun mau- mau sajaTapi giliran aku butuh teman untuk enjoy dan refresh eh dia nggak mau “.
“Hahaha..sekarang Si Ganteng Pemburu Cinta  kena batunya, tahu rasa kamu !” ejekan Steven menderaikan tawa mereka semua.
“Kamu GR duluan sih Dra ?” jawab Richard.
 “Kakek pikun !, bukan seperti itu cara ndekati Kartika !” Sam masih saja belum bisa menepiskan derai tawanya.
“Makanya lain kali jangan terburu-buru !”
“Eh, udik !, perlu kiat khusus untuk mendapatkan kembang  kampus yang flamboyant tapi angkuh itu, belajar dulu sama kita kita ini !”. Ucapan Richard tadi semakin membawa halaman sekolah itu bertambah semarak di pagi yang mulai dihampiri kuning sinar  mentari.
“Eh, sok pinter  kamu Richard !, buktinya mana ! Kamu belum bisa mendapatkan Kartika, kan ?”
“Asal kamu tahu, aja Dra !, Veny segalanya lebih baik dari Nenek Sihir itu !”
“Udahlah !, jangan berantem. Kita kitakan masih anak ingusan. Masalah pacar yang idamkan,  nanti aja kalau kita sudah mahasiswa.Kita kan belum apa –apa !!” .Pinta Rush pada kedua cowok gaul itu yang sudah meradang nadi darahnya.
Teeet…teet…teet. Bel sekolah mengisaratkan mereka untuk segera masuk ke kelas mereka masing masing. Sementara anak anak IPS tadi segera berhamburan meninggalkan halaman depan sekolah mereka. Pohon palem botol dan Akasia kali inipun bisa bernafas lega, kemudian diam membujur diterpa sinar mentari.
***
Perlahan lahan sinar mentari mulai tertutup mendung tebal, tak berapa lama gerimis membasahi Bulan Desember ini. Mereka yang selesai mengikuti tes semester kini memburu waktu agar tidak terjebak hujan. Kecuali Kartika yang sendirian sengaja menunggu Hendra di pintu depan sekolah
Kedua sorot mata mereka berdua bertatapan, sebuah senyum dari Hendrapun dilemparkan ke arah Kartika, yang dibalas dengan senyum tipis dan sebuah permintaan Kartika pada Hendra, untk mampir di kantin sekolah.
“Apa maksudmu sih Dra ?”
“Tentang apa ?”
“Ya tentang aku “
“Maksudmu ?”
“Jangan berlagak bego, aku tahu semua pembicaraan teman temanmu  tadi pagi di halaman sekolah “
“Dengar dari siapa ?” Tanya Hendra.
“Nggak dengar dari siapa-siapa !”
“Terus bagaimana kamu tahu ?”
“Ya, karena aku duduk di depan kantin  sini dan dengar semua ocehan sokibmu “
Mereka semua Cuma pengin dekat denganmu,Tika ?” Hendra mencoba mencairkan bara api yang ada di dalam jantung cewek yang telah menautkan benang sutra di hatinya. Cewek yang menjadi kembang kampus di sekolahnya ini, kini telah hadir dalam beranda hatinya.  Meski Hendra telah mengenal dekat dengan Kartika, namun dia masih bimbang bagaimana mengokokan batas antara sebuah persahabatan dengan  sesuatu yang sulit diwujudkan baginya.
“Kalau pengin deket aku,ya deket aja !. Kenapa harus pakai selorohan kasar, si Nenek Sihir !, Mak Lampir ! dan apa lagi !. Hendra !, mereka semua bukan sekedar mau deket dengan aku!, tapi coba kamu pikir!. Seperti Rush, Richard, Sam, Steven itu masih seperti anak kecil, sudah berapa surat yang mereka kirim untuk aku, belum lagi rayuan ingusan lewat hp. Mereka semua belum tahu arti persahabatan, mereka semua hanya mengerti cinta-cinta ingusan !”
“Tapi mungkin lebih baik lagi,  bila kamu selalu memberi senyum pada mereka bila ketemu mereka. Tika !, kalau kamu tidak memberi mereka sebuah harapan, apa harus saling membisu bila berpapaan mereka “pinta Hendra.
“Aku memang the ice girl, namun awalnya aku juga so smilling dengan mereka,namun mereka menartikan lain”
“ Aku juga heran, mengapa mereka menilai kamu seperti itu ?”
“Hendra !, aku juga ingin supaya kamu jangan salah paham. Aku hanya berhasrat merangkai sebuah persahabatan. Aku tidak gampang memberikan harapan pada semua orang. Bila aku mengajakmu belajar bersama, apa ini sesuatu yang lain untuk kita. Maafkan aku ya Dra !, kamu nggak tersinggung,kan ?”Hendra menggelengkan kepalanya, sebuah sorot mata ang lebay terus saja menghiasi wajahnya. Kartikapun tahu bahwa memang cowok ini telah menyimpan sesuatu yang begitu halus dan lembut. Selembut embun pagi.
Namun Kartikapun tahu bahwa perhatian cowok genius ini pada dirinya sungguh lembut. Hendra selalu mengerti perasaan dirinya,  apa yang menjadi batas sebuah persahabatan antar mereka telah  Hendra jaga dengan kokoh, sekokoh pribadinya yang tangguh. Namun hanya sebatas itulah yang mampu Kartika berikan pada cowok ini. Entah sang waktu sajalah yang bakal menorehkan prosa antara mereka.
“Dra !”
“Ya, Tika !”.
“Kamu nggak marah kan ?”
“Nggak !”
“Aku mau minta tolong lagi, mau Dra ?”
“Katakan saja !”
“Kita bahas soal soal matematika tadi di rumahku , maukan ?”
“Asal kamu selalu memberiku senyuman yang terindah, mau juga kan ?”
OK, So Smille So Good !!!!” ***